Artikel Majalah Hati Beriman

Selasa, 11 Oktober 2011

Aplikasi Basa Jawa dalam Mengisi International Mother Tongue Day

Oleh: Sapto Sunarso*)

Bahasa dimaknai sebagai sistem komunikasi sosial dalam mempertahankan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun, dengan perubahannya yang berlangsung perlahan-lahan dan berangsur-angsur, baik kosakata maupun tatabahasa. Pengenalan Bahasa Jawa bukan untuk menumbuhkan ego kedaerahan, tapi upaya menanamkan sikap saling menghormati dan menghargai. Apalagi Bahasa Jawa termasuk bahasa sempurna, sebab adanya muatan filsafat, UUB, dan aksara yang belum tentu dimiliki bahasa daerah lain.

Awalnya International Mother Tongue (Hari Bahasa Ibu Internasional) dirayakan di Bangladesh sebagai Hari Pergerakan Bahasa memperingati protes tahun 1953 untuk melindungi bahasa Bangla sebagai bahasa negara (EENET.asia.Newsletters). Dalam kongres di Paris (17/11/1999), UNESCO menetapkan 21 Februari sebagai Hari Bahasa Ibu Internasional (http://wikipedia.org/wiki). Sebab, di seluruh dunia setiap tahun terjadi 6 hingga 10 bahasa ibu lenyap (Gustini, 2008).

Program Save the Children mempromosikan pendidikan multibahasa dengan pendekatan anak-anak pertama kali mengembangkan fondasi kuat dengan bahasa ibunya kemudian belajar bahasa nasional sambil terus belajar mata pelajaran lain dengan bahasanya sendiri (h.pinnock@savethechildren.org.uk). RA Kartini dalam suratnya kepada NvZ menulis: ”Sebagai ibu, dialah pendidik pertama umat manusia. Di pangkuannya, anak pertama-tama belajar merasa, berpikir dan berbicara.” (Kolonial Weekblad, edisi 25/12/1902). Maknanya, bahasa ibu memiliki posisi penting dan strategis, yaitu sebagai bahasa komunikasi antara ibu dan anak yang kelak sangat menentukan bahasa anak (ibid, 2008). Bahasa ibu memuat segudang harapan dan pesan kepada anak melalui bahasa lisan, bahasa tubuh, dan sikap keseharian. Jika seorang ibu membiasakan berkata dengan sopan dan halus, maka anak-anaknya cenderung bertutur kata sopan dan lemah lembut. Demikian juga sebaliknya.

Secara universal, sopan-santun berbahasa ada di setiap komunitas bahasa. Pemakaian kata kimasu dan irasshaimasu (Bahasa Jepang) menunjukkan bahasa umum dan halus. Kata mister dan sir (Bahasa Inggris) ada perbedaan 'rasa', begitu pula penggunaan kata please. Dialek-dialek selain Hocdeutsch (Bahasa Jerman standard) dan Retorumantsch (bahasa halus Swiss) dipakai secara aktif sehingga bahasa dialek yang ada tetap lestari dan hidup di samping Hocdeutsch dan Retorumantsch (Gossweiler, 2001). Dalam Bahasa Indonesia/BI ada kata mampus, mati, dan wafat yang menunjukkan adanya sopan-santun berbahasa.

Sopan-santun dalam Bahasa Jawa (BJ) disebut unggah-ungguh basa (UUB). Istilah lain UUB adalah undha usuk basa, tingkat bahasa, tataran bahasa, atau ragam bahasa. Di bidang sopan-santun berbahasa, BJ nomor satu di dunia. Dalam BJ ada 14 UUB dan ada ratusan kosakata klaster ngoko (netral), krama (hormat umum), dan krama inggil (hormat khusus).

Jika diperhatikan, dewasa ini keluarga-keluarga muda mengajar berbahasa anak-anaknya memakai BI. Sikap sebagian orang tua melarang anak-anaknya ber-BJ ketika berkomunikasi dengan lingkungannya, karena ketika anaknya ber-BJ sangat kasar, sebab kurangnya suri tauladan dari orang tua (www.suaramerdeka.com). Anehnya, ada guru BJ yang tidak trep ber-BJ. Keadaan ini senada dengan bahasa daerah lain, seperti Bahasa Bali, Sunda, Madura, Bugis, Karo, Mandailing, Lampung, Toba, Kerinci, Tolitoli, (www.um-pwr.ac.id/forum), Bahasa Biak (Frans Rumbrawer, 2001), dsb.

Terkait hal itu, Menteri Dalam Negeri mengeluarkan Peraturan No. 40/2007 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Daerah. Pemprov Jateng menerbitkan SK Gubernur No. 895.5/01/2005 tentang Kurikulum Mata Pelajaran BJ SD/SDLB/MI hingga SMA/SMALB/SMK/ MA Negeri/Swasta dan Keputusan Gubernur No. 434/83/2006 tentang penggunaan BJ di lingkungan Pemprov Jateng setiap Kamis. Tahun 2010, terbit SK Gubernur Jateng No. 423.5/5/2010 tentang Standar Isi BJ.

Pengenalan BJ bukan untuk menumbuhkan ego kedaerahan, tapi upaya menanamkan sikap saling menghormati dan menghargai. Apalagi BJ termasuk bahasa sempurna, sebab adanya muatan filsafat, UUB, dan aksara yang belum tentu dimiliki bahasa daerah lain (http://m.suaramerdeka.com). Bahasa dimaknai sebagai sistem komunikasi sosial dalam mempertahankan tradisi yang diwariskan secara turun-temurun, dengan perubahannya yang berlangsung perlahan-lahan dan berangsur-angsur, baik kosakata maupun tatabahasa (Ensiklopedia Indonesia Edisi Khusus).

BJ sebagai bahasa ibu diharapkan dapat berkembang melalui pendidikan formal atau sekolah. Mengenai cara melatih kefasihan berbahasa, RA Kartini dalam nota kepada Idenburg menulis ”Alat terbaik untuk belajar bahasa adalah sebanyak-banyaknya berpikir dan berbicara dalam bahasa itu. Tetapi hendaknya janganlah hal itu menyebabkan bahasa sendiri diabaikan; bahasa itu sendiri harus dipelajari sebaik-baiknya.” (ibid, 2008). Bagaimana caranya?

Yahya A. Muhaimin (2001) menyatakan bahwa bahasa internasional dan bahasa nasional memaksa perkembangan kosakata bahasa daerah. Bahasa daerah yang tidak berkembang kosakatanya, akan ditinggal oleh masyarakat penuturnya. Umpama BJ statis, kemungkinan akan terlindas oleh Bahasa Indonesia, Inggris, Mandarin, Jepang, Jerman, Perancis, Arab, Spanyol, Portugal, Italia, Korea, atau bahasa asing lainnya, di mana bahasa-bahasa asing tersebut telah menjadi bagian pendidikan di Indonesia.

Contoh sederhana, hadirnya huruf Latin atau alfabetis (a, b, c, d, e, f, g, h, i, j, k, l, m, n, o, p, q, r, s, t, u, v, w, x, y, dan z) dalam BJ, memberi corak baru dalam ejaan BJ. Untuk memenuhi kebutuhan, ditambahkan huruf dh, th, ng, ny, dan varian vokal ê dan è. Ejaan serapan huruf Arab dan Sanskreta dimasukkan dengan huruf gh, kh, sh, sy, dan bh. Jadi dalam ejaan BJ ada 37 dengan varian vokal e (ada 3: ê, é, è seperti kata seneng, besek, ember) dan varian vokal miring (ada 4, misal perbedaan bunyi antara sukukata berakhir vokal loro, kuru, sapi, pasa dan suku kata berakhir konsonan lorod, kurung, sapih, pasar).

Adanya huruf baru dalam ejaan BJ di luar Hanacaraka (seperti huruf f, q, v, x, z, gh, kh, sh, sy, dan bh) memperkaya ejaan BJ. Huruf Hanacaraka pun berkembang dengan aksara rekan (aksara yang direka-reka/dibuat untuk memenuhi ejaan huruf f, v, q, x, kh, sh, sy, z; untuk huruf bh tidak ada). Dalam proses itu ada yang luluh (masuk dalam ejaan BJ) dan ada yang tetap (mengikuti ejaan bahasa aslinya). Adanya persamaan alat bunyi pada huruf f, v, dan p memunculkan variasi. Pengucapan kata film dalam ejaan BJ memunculkan dua varian (filem dan pilem), atau kata tivi dan tipi, sertifikat dan sertipikat.

Menafsirkan huruf q pada contoh kata aqua menjadi akua, misalnya, perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa kosakata yang mengandung huruf q yang ada di BJ jumlahnya sedikit dan jarang dipakai dalam keseharian. Dari dua alasan itu bisa ditafsirkan jika huruf q kemungkinan sulit diserap oleh bahasa Jawa, terutama oleh lidah komunitas penuturnya.

Ada perbedaan perlakuan ejaan huruf q dan f dalam sistem ejaan BJ. Selain banyak kosakata BI yang mengandung huruf f dan banyak nama yang mengandung huruf f (seperti Effendi, Syaefudin, Saiful, Fanni, Febi, Febrianti, Fahmi, Fitri, Hannif, Khofiffah, Fajar, dsb), kosakata yang mengandung huruf f sering disimak dan diucapkan dalam kehidupan sehari-hari. Munculnya alasan BI dalam pembahasan ini karena BI menjadi bahasa pengantar di sekolah. Sehingga, bisa ditafsirkan fenomena pengucapan f sangat mungkin dapat diserap dalam sistem ejaan BJ.

BJ termasuk bahasa yang dinamis. Setiap ada kosakata asing yang dirasa lebih praktis, perlahan-lahan digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kosakata serapan itu disesuaikan dengan lidah komunitas BJ, seperti kata gobak sodhor (go back to the door), magrib/mahrib (maghrib), aplot (upload), kensel (cancel), dsb. Kata-kata serapan tersebut dimasukkan dalam klaster netral menurut klaster kosakata atau undha-usuking tembung (UUT).

Oleh karena itu, aplikasi pengajaran BJ perlu dirancang sejalan dengan perkembangan BJ di masyarakat. Di samping itu, juga perlu mempertimbangkan adanya kendala seperti siswa dari luar Jawa, jam terbatas, konsentrasi siswa ke UN, animo komunitas penutur BJ seperti keluarga yang disinggung di muka, minimnya pustaka, kurangnya suri tauladan, dsb. Sementara materi BJ banyak. Mulai aksara, kosakata, tatabahasa, kagunan basa, UUB, kasusastraan, hingga kesenian dan tatakrama. Tuntutannya keterampilan menyimak, berbicara, membaca, menulis, dan apresiasi (disisipkan di 4 ketrampilan). Meluruskan pengucapan dhadhi menjadi dadi, tukul menjadi thukul atau penulisan loro dan lara, sing dan seng saja butuh waktu. Lalu, bagaimana mengajar bahasa ibu (BJ) yang efektif? Bagaimana desain pengajaran BJ secara pragmatis?

”Roh” Bahasa Jawa

Ada tiga pilar utama dalam BJ. Pertama, perasaan saling hormat menghormati, ewuh pakewuh, atau etika yang diimplementasikan melalui UUB. UUB ialah tata aturan bahasa menurut kedudukan kesopanan (Poerwadarminta, 1939). Kadang disebut basa. Basa itu berbicara dilandasi tatakrama atau rasa hormat menghormati antara penutur dengan lawan bicara.

Kedua, ragam UUB. Menurut Sutjipto Adi (1987), ragam UUB ada Ngoko, Madya, Krama, Basa Kedhaton (Bagongan), dan Basa Kasar. UUB Ngoko ada dua, yaitu Ngoko Lugu (NL) dan Ngoko Andhap/Alus (NA). UUB NA dibagi menjadi Antya Basa (AB) dan Basa Antya (BA). UUB Madya ada Madya Ngoko (MNg), Madyantara (Mdy), dan Madyakrama (MKr). UUB Krama dibagi menjadi Kramantara/Krama Lugu (KL), Mudha Krama (MKr), Wredha Krama (WKr), Krama Alus/Inggil (KA/KI), dan Krama Desa (KD). Dalam perkembangannya, UUB masih eksis digunakan oleh komunitas BJ. Sebagai pengenalan yang tepat untuk siswa adalah Ngoko (NL dan NA) dan Krama (KL dan KI).

Ketiga, irregular words BJ berupa UUT (undha-usuking tembung). UUT ialah kata satu arti tapi memiliki tataran tatakrama yang berbeda. Menurut Hidayat (Ensiklopedi Bahasa Dunia, 2006), UUT merupakan kata-kata honorifik untuk merendahkan diri dan meninggikan lawan bicara. UUT BJ terbagi dalam UUT Ng (Ngoko), UUT Kr (Krama), dan UUT KA (Krama Alus). Untuk membedakan “krama alus” sebagai UUB dan UUT, digunakan singkatan KI untuk UUB dan KA untuk UUT.

Secara UUB, kalimat ”Sudah tidur?” berbeda konteksnya. Dalam NL kalimatnya “Wis turu?” (UUB NL itu bahasa yang memakai UUT Ng, netral, akrab, dan tidak membedakan status atau umur). Dalam UUB NA menjadi “Wis sare?” (UUB NA ialah bahasa netral yang memakai UUT Ng diselingi UUT KA untuk orang yang dihormati). Dalam UUB KL kalimatnya “Sampun tilem?” (UUB KL itu bahasa yang memakai UUT Kr, sifatnya menghormat secara umum). Sedang dalam UUB KI menjadi “Sampun sare?” (UUB KI ialah bahasa yang memakai UUT Kr dan atau UUT KA untuk orang yang dihormati, sifatnya menghormat secara khusus).

Ajar Basa

Agar siswa 'bisa basa', perlu belajar basa secara intensif dan berkelanjutan. Pertama, menumbuhkan rasa hormat kepada orang lain. Konteks berbicara siswa diarahkan berdasarkan pocap lan patrap 'pengucapan dan kesopanan', sebuah norma pergaulan agar terjalin keakraban dan hormat-menghormati. Jika sudah mempunyai rasa pangrasa hormat, konteks hormat akan muncul sendiri. Orang akan memilih siswa yang sopan walau belum bisa basa daripada yang bisa basa tapi tidak sopan. Yang terbaik siswa bisa basa dan sopan (pocap lan patrap).

Kedua, hafal UUT. Karena UUT BJ banyak dan merupakan salah satu dasar untuk bisa basa, alangkah baiknya jika hafalan UUT dimulai sejak dini. Bila siswa hapal kata kesah (UUT Kr), idealnya juga hapal tindak (UUT KA). Minimal siswa diajak menghafal kosakata sehari-hari. Guru dapat memberikan beberapa metode dalam penguatan hafalan siswa, seperti tebak kata, permainan deret kata, TTS, kata bergulir, silang kata, kata berantai, dsb. Jika siswa tidak hafal UUT, siswa akan sulit bisa basa.

Ketiga, berlatih menerapkan satu kosakata UUT dalam satu konteks UUB. Contoh kalimat ”Aku makan, Ibu belum makan” dalam UUB NL: ”Aku mangan, Ibu durung mangan”. Dalam UUB NA: ”Aku mangan, Ibu durung dhahar”. Kalimat dalam UUB KL menjadi ”Kula nedha, Ibu dereng nedha”. Sedangkan dalam UUB KA menjadi ”Kula nedha, Ibu dereng dhahar.”. Penutur 'aku' tidak memakai 'dhahar' (UUT KA), karena tidak boleh meng-kramaalus-kan diri sendiri. Kalimat contoh yang tepat dipakai ialah kalimat UUB NA dan UUB KA, sebab ada unsur yang dihormati secara khusus (ibu).

Keempat, menyesuaikan dengan lawan bicara. Kontekstual BJ perlu memperhatikan lawan bicara. Jika dengan orang yang baru kenal, cenderung memakai UUB KA. Hal ini muncul karena rasa sungkan. Apabila sudah kenal, akan berubah menyesuaikan status atau umur antara penutur dan lawan bicara.

Jika berbicara dilandasi rasa hormat, hafal UUT, dan paham UUB, maka tidak sulit untuk bisa basa. Tetapi masyarakat, terutama kaum ibu, bertindak selaku lawan bicara siswa di rumah, perlu ikut membiasakan siswa berbahasa Jawa sesuai UUB. Mungkin anak basa di rumah, di luar belum tentu, karena tergantung lawan bicara dan lingkungan. ”... the world a man inhabits is a linguistic construct” (Sampson, 1980). Komunitas lingkungan, seperti guru BJ dan selain guru BJ, TU, mister bon (tukang kebun), mas/mbak pedagang, bapak sopir, dsb juga memiliki peran yang sama.

Keluarga semestinya mempelopori sebagai pembelajaran pertama bahasa ibu, lewat percakapan sehari-hari di rumah. Guru BJ hanya membantu tugas dan peran keluarga untuk memberi pengalaman berbahasa ibu pada anak. Sebab, ”Sekolah saja tidak cukup untuk membentuk pikiran dan perasaan manusia, rumah pun harus turut mendidik.” (Sulastin, 1979) dan ”Pendidikan yang maju atau modern bukan berarti meninggalkan bahasa ibu” (Kompas, 26/2/2009).

Karena itu, pembelajaran BJ perlu menerapkan kembali Taxonomy Cognitif-nya Bloomsky secara runtut dari C1 (menghafal) sampai C6 (evaluasi), dari kecil hingga dewasa. Idealnya dibentuk MGMP BJ Lintas Jenjang, dari PAUD hingga SMA, dengan dipandegani oleh Perguruan Tinggi yang mumpuni dalam BJ. Semoga Bahasa Jawa siap mengisi International Mother Tongue Day dengan lebih baik. Semoga Salatiga siap mendukung Save the Children Programme.

*)Penulis adalah Pengampu

Bahasa Jawa SMA 1 Salatiga

Komunitas Motor Trail Salatiga

Terlibat dengan banyak orang itu adalah sesuatu hal yang sering terjadi dalam sebuah komunitas, saling mengenal satu dengan yang lain antar personil atau antar komunitas dalam sebuah forum sangatlah penting. Namun ketika dihadapkan pada sebuah kenyataan apakah bisa ketika bertemu hanya bertatap muka dan bersalaman dan yakin ketika bertemu kembali akan mengingat lagi. Identitas menjadi sebuah arti penting dalam sebuah komunitas.

Secara terminologi arti komunitas adalah suatu kelompok yang hidup dan saling berinteraksi di dalam suatu area/wilayah tertentu, jika di pecah lagi komunitas ini akan menjadi beberapa jenis dan klasifikasi, seperti komunitas bisnis, komunitas pekerja, ataupun komunitas pecinta motor atau sepeda.

Suaranya keras, tenaganya kuat mampu melewati medan yang tidak biasa, bentuk fisiknya menunjukkan kekuatannya, itulah motor trail, motor yang biasa dipakai untuk melewati medan yang tidak biasa.

Diawali hobi dan kecintaan yang sama terhadap motor trail, lahirlah sebuah komunitas motor trail yang diberi nama Cokrowono Trail Salatiga atau disingkat dengan Cokrowono pada Agustus 2010. “ dari kumpul-kumpul bareng hobi trabas terus sebelumnya memang sudah ada grup dulu namanya kots, Cuma kebetulan kita memang punya satu misi sendiri untuk grup ini” tutur yogi sekretaris Cokrowono. Cokrowono sendiri diartikan sebagai senjata didalam hutan, dari kata Cokro atau cakra yang merupakan senjata dan kata wono yang artinya hutan. Motor trail yang digunakan sebagai senjata didalam hutan.

Keseriusan para anggotanya dalam mengurusi komunitas ini pun membawa komunitas ini menjadi satu-satunya klub motor yang saat ini terdaftar secara resmi pada organisasi Ikatan Motor Indonesia sebagai induk organisasi otomotif dan Koni induk pembinaan administrasi dan prestasinya. Hal ini tersebut dalam pembukaan anggaran dasar Cokrowono, secara keanggotaan komunitas ini hanya mensyaratkan kejujuran dan kesetiakawanan diluar syarat administratif sebagai sebuah komunitas yang terorganisasi dengan baik.

Dalam berkegiatan komunitas ini tidak hanya berkutat seputar jelajah alam dan motor, kegiatan sosial berupa pemberian bantuan bencana Merapi pada november 2010 dilaksanakan sebanyak 2 kali, bahkan juga terlibat membantu syuting sebuah acara tv nasional.

Ditanya soal kegiatan kedepan Yogi Ardiako mengatakan bahwa kampanye tertib lalu lintas itu pasti, karena kita binaan dari polres, selain itu cokrowono juga ingin menunjukkan bahwa club itu tidak selalu hura-hura tapi juga ada kegiatan positif seperti bakti sosial.

Sebagai bagian dari komunitas besar bernama Salatiga Cokrowono sendiri berencana untuk turut berpartisipasi aktif dalam meramaikan wisata di wilayah Kota Salatiga dengan mengadakan acara “Jelajah ndeso jelajah wisata Salatiga” yang rencananya diadakan pada tanggal 20 Februari 2010 acara ini didukung oleh Ikatan Motor Indonesia dan Dishubkombudpar.(HB_jar)

POLITIK BUNGLON

Menyambut pemilukada /Walikota Salatiga 2011.

POLITIK BUNGLON

(“Bungklonisasi” politik)

Oleh: Dr. Ir. Sri Suwartiningsih. M.Si*)

Untuk menjadi jujur kita harus berbuat lebih daripada bicara tentang kebenaran,

Kita juga harus mendengarkan kebenaran,

Kita juga harus menerima kebenaran.

Kita juga harus bertindak Atas dasar kebenaran!

Jika juga harus mencari kebenaran,

Kebenaran yang sukar dalam diri kita dan sekitar kita,

Kita juga harus mengarahkan diri kepada kebenaran.

Kalau tidak, kita menjadi tidak jujur dan hidup kita salah jalan.

Tuhan, berilah kami kekuatan dan keberanian untuk jujur.

Amin!

Menurut Budiardjo, Meriam, 1998. Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau kelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen, dan sebagainya. MC Closky, menyebut partisipasi politik adalah kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasan, dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum. Kemudian Nie dan Verba, mengemukakan partisipasi politik adalah kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka .

Huntington dan Nelson (1994) mendefinsikan partisipasi politik hanya sebagai kegiatan warga negara pribadi (private zitezen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. Roth dan Wilson (1980), membagi jenis partisipiasi berdasarkan frekuensi dan intensitasnya. Menurutnya orang yang mengikuti kegiatan secara tidak intensif, yaitu kegiatan yang tidak banyak menyita waktu dan biasanya yang tidak berdasarkan prakarsa sendiri, seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, jumlah orangnya banyak. Sebaliknya, sedikit sekali jumlah orang yang secara aktif dan sepenuh waktu melibatkan diri dalam politik.

Bagaimana dengan para aktivis dan partisipan di Salatiga? Apakah mereka merupakan aktivis dan partisipan yang benar-benar dibutuhkan oleh rakyat? Aktivis dan partisipan politik merupakan sosok politikus yang membutuhkan pengetahuan dan pengalaman berbangsa dan bernegara. Tidak dapat dipungkiri bahwa sejak politik dibicarakan, ketrampilan berpolitik dari para politisi sangat diperlukan. Sebagai contoh Winston Churchill diingat baik dari pidatonya tentang artikulasi “raungan singa” (the lions's roar) pada saat Perang Dunia II maupun karena rangkaian ucapannya yang jenaka, sebagian besar sangat lucu, seperti deskripsinya tentang Clement Attlee sebagai “domba berbulu domba” (a sheep in sheep's clothing). Lincoln adalah politisi sukses yang tampil dengan kebijaksanaannya, meskipun sukar mengimajinasikan ketrampilan politiknya tanpa pesona kapasitasnya dalam kefasihan berpidato (Minogue, Kenneth 2006 : 95).

Menjelang Pemilukada (walikota) 2011 kemunculan aktivis dan partisipan politik tidak dapat dihindari. Puluhan orang mengaku dan mendeklarasikan dirinya sebagai aktivis dan partisipan di depan mata rakyat. Para aktivis dan partisipan ini muncul dalam wadah Partai Politik. Partai politik merupakan wadah untuk menyalurkan aspirasi politiknya dari para aktivis dan partisipan. Oleh sebab itu sebuah Partai harus memiliki visi dan misi. Di Inggris misalnya, Partai Buruh bangkit di bawah sayap liberalisme dan bahkan menggantikan Partai Liberal sebagai partai yang menyatakan dirinya reformis. Partai Demokrat di Amerika Serikat telah mengadaptasi banyak kebijakan “sosialis” dari Eropa, dan “liberal” sebagai istilah politik Amerika. Partai-partai tersebut di dalam perjuangannya untuk memimpin negara mempunyai arah dan tujuan yang jelas, sehingga dapat menggalang masa untuk aktif dan terlibat didalammnya.

Bagaimana dengan Partai di Salatiga? Sampai saat ini partai-partai yang berdiri di Indonesia belum menampakkan perbedaan visi dan misi yang mendasar sehingga rakyat yang merupakan massa potensial tidak mampu membedakan satu partai dengan partai yang lain. Memang masing-masing partai sudah mempunyai identitas seperti identitas agama, kebangsaan, kaum miskin/buruh, persatuan, dll. Tetapi apakah partai-partai itu benar-benar dapat mempengaruhi dinamika berbangsa dan bernegara yang benar-benar membela rakyat yang sudah memilihnya. Seperti yang terjadi di Amerika, Inggris, dan beberapa negara tetangga. Tidakkah setelah menang Partai dan semua partisipan Partai seperti hilang ditelan bumi kemenangan dan akan muncul lagi pada saat menjelang pemilu dan pemilukada berikutnya?.

Saat ini di kota tercinta kita ini, tidak dapat dihindari dari pandangan mata, setiap kita keluar rumah disepanjang perjalanan, taman, dan trotoar terpasang baliho, bendera, spanduk wajah-wajah calon Walikota. Begitu banyak jumlahnya. Berjejer tidak teratur dan kota negeri kita tercinta ini terkesan kumuh. Bahkan terkadang mengundang bahaya. Bagaimana tidak? Karena beberapa spanduk sobek dan menutupi jalan, tiang bendera dari bambu yang patah bisa melukai orang yang melewati. Wah mau jadi apa lingkungan Salatiga ini. Kalau ditimbang sudah berapa ton sampah anorganik memenuhi kota ini?

Dibalik media pengenalan yang ternyata menambah beban sampah di lingkungan kota ini, kita dikagetkan dengan wajah-wajah yang sama tetapi dengan partai berbeda. Wajah-wajah calon walikota menebar senyum di partai yang berbeda bahkan partaipun mengusung calon walikota yang pada awalnya bukan dari kadernya. Bahkan ada pasangan calon yang sudah berganti pasangan sebelum masuk ke pelaminan. Ada apa ini? Orang berganti-ganti partai. Partai berganti-ganti orang. Lebih parah lagi, para pemilihpun tertular menjadi pemilih yang plin-plan. Politik apa ini? “POLITIK BUNGLON”.

Bunglon adalah binatang melata yang dapat menyesuaikan kulit tubuhnya sesuai dengan tempat yang diinjak untuk membuat dirinya tidak terlihat oleh musuh. Kulit bunglon langsung berubah warna menjadi coklat pada saat kakinya menginjak batang kayu yang berwarna coklat, tidak lama dia melompat dan mencengkeram daun tebal berwarna hijau maka seketika itu pula kulitnya berwarna hijau. Bunglon sulit dikenali musuhnya karena warna kulitnya hampir mirip dengan benda yang diinjak. Sehingga bunglon merasa aman di tempat itu.

Bagaimana dengan dinamika politik kita di Salatiga? Padahal hampir setiap tahun bangsa ini punya gawe (mulai dari pemilihan langsung walikota/wakil walikota, bupati/wakil bupati, gubernur/.wakil gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden/wakil presiden). Jumlah dan frekuensi pemilihan pemimpin dan wakil rakyat membuat kesibukan bangsa ini tidak pernah berhenti. Kesibukan mulai dari pembentukan partai, pencalonan kader, pencalonan bupati/ walikota/gubernur, wakil rakyat, dll. Kesibukan bukan hanya pada aras panitia yang ditunjuk tetapi juga pada orang-orang yang ditunjuk atau ingin menjadi calon dalam pemilih langsung nanti.

Dengan frekuensi pemilu yang begitu tinggi membuat praktek politik bunglon menjamur. Para pemirsa televisi dikejutkan oleh tokoh politik yang sudah sangat terkenal dalam satu partai tertentu pada pemilu sebelumnya namun pada saat ini muncul dalam partai yang lain. Kasus Salatiga saat ini, para calon pemilih dibingungkan dengan para calon walikota yang bernaung dalam partai tertentu pada pemilu-pemilu sebelumnya sekarang memperkenalkan diri dengan partai yang lain. Sungguh tidak dimengerti oleh para pemilih apa yang menjadi visi dan misi dari para aktivis dan politikus.

Mereka (calon walikota) pasti mempunyai tujuan untuk menang di dalam pemilukada nanti. Janji-janji kampanye yang terdengar impresif di dalam retorika pemilukada dapat berbalik menjadi undangan untuk bencana atau kemalangan ketika sudah menjadi walikota baru mengungkapkan implikasi kebijakan mereka. Politik demokratis adalah suatu permainan (game) di mana tim-tim bersaing untuk menang. Resiko harus diambil, ada yang menang ada yang kalah, kandidat-kandidat yang didukung kalah bertanding dari lawan-lawannya yang tidak dianggap serius sebelumnya, dan semua ini merupakan suatu pertunjukan besar yang menginspirasikan dan memeriahkan para pendukung. Demikian Minogue mengungkapkan dalam bukunya sekilas tentang Politik. Dalam permainan pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Yang perlu ditindaklanjuti dengan cara bagaimana kemenangan diperoleh? Dan bagaimana sikap yang kalah terhadap yang menang?

Tidak dapat dipungkiri, jika Bapak Presiden kita mulai kuatir akan keberhasilan Pemilu di negeri ini. Oleh sebab itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pada saat melakukan pilkada di Bogor menghimbau agar semua warga negara mau menggunakan hak pilihnya pada pemilu-pemilu yang berlangsung, karena fakta sudah menunjukkan tingginya golput yang hampir 30 % (liputan siang, SCTV, 30 Nop 2008). Himbauan boleh-boleh saja, namun yang menjadi pertanyaan mengapa golput cenderung meningkat? Pertanyaan inilah yang harusnya dicari jawabannya. Kalau warga sudah bingung dengan para calon wakil rakyat dan pemimpinnya yang sudah seperti bunglon, apakah rakyat menjadi sejahtera untuk memilih mereka?

Dengan demikian agar golput tidak meningkat maka para bunglon perlu di basmi. Rakyat tidak butuh janji-janji kosong, yang dibutuhkan adalah tindakan nyata tanpa kemunafikan tetapi kejujuran dan ketulusikhlasan. Bukan hanya kata-kata di baliho, spanduk dan saat kampanye. Rakyat yang bersifat bunglonpun harus dibasmi, karena negara ini butuh rakyat yang bertanggung jawab. Bangsa yang besar adalah bangsa yang jujur dan bertanggungjawab, serta memegang kebenaran. Tulisan ini akan penulis tutup dengan Syahadat Pejuang Kebenaran.

*)Penulis adalah pengajar

Fiskom Universitas Kristen Satyawacana

UKSW Salatiga.

Senin, 22 Maret 2010

Sambut UU Lalin, Pemerintah Diminta Siapkan PP, Sarana & Prasarana

Anggota Komisi V DPR RI KH Abdul Hakim mendesak pemerintah segera menyiapkan Peraturan Pemerintah (PP), sarana dan prasarana pelaksanaan UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas agar masyarakat tidak menjadi korban akibat ketidaksiapan pemerintah. Pemerintah juga diminta lebih intensif melakukan sosialisasi ke masyarakat terkait pelaksanaan UU ini.

Hal itu diungkapkan Hakim mengomentari pendapat ahli hukum pidana prof. Dr. Indriyanto Seno Aji yang menyarankan agar pemberlakukan UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas sebaiknya ditunda dulu (Kompas 11 Januari 2009, red)

“Pasal 5 UU No. 22 tahun 2009 menegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah. Karena itu, sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan sarana dan prasarana terkait pelaksanaan UU. Jangan sampai, karena sarana dan prasarananya tidak siap, masyarakat justru yang jadi korban. Demikian juga dengan PP yang merupakan implementasi UU ini,” kata Hakim.

Saat ini, kata Hakim, persiapan yang dilakukan pemerintah dalam hal penyelenggraraan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana diamanatkan UU termasuk pelaksanaan sosialisasinya belum optimal. Disisi lain, kata Hakim, beberapa hal yang diamanatkan UU Lalu Lintas seperti pembentukan Forum Lalu Lintas dan Angkutan yang merupakan badan ad hoc yang berfungsi sebagai menyinergikan tugas pokok dan fungsi setiap instansi penyelenggara lalu lintas dan angkutan jalan, hingga kini belum dilakukan pemerintah.

Berdasarkan pasal 7 UU Lalu Lintas, Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan oleh Pemerintah meliputi urusan pemerintahan di bidang Jalan, sarana dan prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pengembangan industri Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengembangan teknologi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sementara dibidang registrasi dan Identifikasi Kendaraan Bermotor dan Pengemudi, Penegakan Hukum, Operasional Manajemen dan Rekayasa Lalu Lintas, serta pendidikan berlalu lintas diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

“Untuk itu, saya mendesak pemerintah agar menyiapkan seluruh perangkat terkait pelaksaan UU Lalu Lintas ini. Termasuk enam RPP yang harus sudah selesai dan disahkan maksimal satu tahun setelah UU disahkan atau pada 22 Juni mendatang,” kata Hakim.
Demi Keamanan dan Ketertiban, Hakim mengatakan UU No. 22 tahun 2009 yang sudah disahkan pada 22 Juni lalu itu sengaja dibuat DPR dan Pemerintah untuk menciptakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan roda angkutan lain, selain untuk mendorong perekonomian nasional.

Aspek keamanan juga mendapatkan perhatian yang ditekankan dalam pengaturan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Selain itu, di dalam Undang-Undang ini juga ditekankan terwujudnya etika berlalu lintas dan budaya bangsa (just culture) melalui upaya pembinaan, pemberian bimbingan, dan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini serta dilaksanakan melalui program yang berkesinambungan. Dalam UU Lalu Lintas , kata Hakim, pengaturan dan penerapan sanksi pidana diatur lebih tegas. Bagi pelanggaran yang sifatnya ringan, dikenakan sanksi pidana kurungan atau denda yang relatif lebih ringan.

Namun, terhadap pelanggaran berat dan terdapat unsur kesengajaan dikenakan sanksi pidana yang jauh lebih berat
“Hal ini dimaksudkan agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu membebani masyarakat. Kalau langkah ini tidak diambil, kita akan sulit menciptakan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain.” Kata Haki.

Selain sanksi pidana, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai sanksi administratif yang dikenakan bagi perusahaan angkutan berupa peringatan, pembekuan izin, pencabutan izin, pemberian denda. Ketentuan mengenai sanksi pidana dan administratif diancamkan pula kepada pejabat atau penyelenggara Jalan.
Di sisi lain, dalam rangka meningkatkan efektivitas penegakan hukum diterapkan sistem penghargaan dan hukuman (reward and punishment) berupa pemberian insentif bagi petugas yang berprestasi.

“Undang-Undang ini pada dasarnya diatur secara komprehensif dan terperinci. Namun, untuk melengkapi secara operasional, diatur ketentuan secara teknis ke dalam peraturan pemerintah, peraturan Menteri, dan peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Inilah yang harus segera dilakukan agar masyarakat tidak menjadi korban,” kata Hakim.
DPR RI akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas Angkutan Jalan (RUU LLAJ) menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR di Jakarta, Selasa (26/5).
Sidang Paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar ini mengetukkan palu persetujuan setelah meminta secara aklamasi kepada anggota DPR yang hadir, sekitar pukul 12.25.

Sebelumnya, juru bicara 10 fraksi dalam pandangannya secara bulat menyatakan, persetujuan RUU dengan 22 bab dan 326 pasal itu untuk disahkan sebagai undang-undang.
Anggota Kepolisian Republik Indonesia, yang mendominasi pengunjung di ruang balkon, sangat antusias. Setiap kali juru bicara fraksi menyebutkan persetujuan terhadap RUU itu untuk disahkan sebagai UU, tepuk tangan membahana. UU ini juga sebagai pengganti UU sejenis No 14/1992 tentang LLAJ.

Sebelumnya, dalam Rapat Kerja dengan Komisi V DPR, pemerintah dan Komisi V DPR sepakat untuk membawa RUU LLAJ ke Rapat Paripurna pada Selasa 26 Mei 2009 untuk disahkan menjadi UU.
Ketua Panja RUU LLAJ Yoseph Umar Hadi kepada Pansus yang dihadiri pula Menteri Perhubungan dan Kepala Polri menjelaskan, RUU LLAJ didefinisikan sebagai satu kesatuan sistem yang terdiri dari lalu lintas, angkutan jalan, jaringan lalu lintas dan angkutan jalan, prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, kendaraan, pengemudi, pengguna jalan, serta pengelolaannya.

LLAJ diselenggarakan dengan memerhatikan asas transparan, akuntabel, berkelanjutan, partisipatif, bermanfaat, efisien dan efektif, seimbang, terpadu, dan mandiri.
Selain itu, LLAJ diselenggarakan dengan tujuan terwujudnya pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu. Selain itu juga mengedepankan etika berlalu lintas dan budaya bangsa, penegakan hukum dan kepastian hukum.

Endonesia.com, Okezone.com, Banjarmasin post.com, KOMPAS.com.(lux)

Flek Paru Pada Anak Sulit Didiagnosis

Yang dimaksud dengan flek paru oleh masyarakat atau dokter mungkin untuk memudahkan pasien memahami adalah TBC paru. Pada hasil pemeriksaan foto rontgen dada pasien penderita TB seringkali terlihat gambaran seperti awan putih, atau flek-flek putih, mungkin dari sini istilah flek paru beredar di masyarakat.

Jadi flek paru adalah TBC paru alias tuberculosis paru. Walaupun sebenarnya gambaran flek-flek paru pada rontgen dada bukan khas untuk TBC saja.
TBC adalah penyakit infeksi yang disebabkan kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman masuk ke paru bersamaan dengan udara yang kita hirup, berdiam di paru dan berkembang biak. Itu berarti TBC merupakan penyakit menular. Oleh karena itu bila ada penderita TBC paru yang tinggal serumah, maka penghuni yang lain juga diberikan obat TBC untuk pencegahan, terutama pada anak-anak.

Pengobatan TBC di Indonesia GRATIS loh, obat TBC tersedia di semua puskesmas se Indonesia. Obat TBC harus diminum selama minimal 6 bulan. Gejala TBC pada anak seringkali tidak khas, berat badan turun atau tidak naik, demam lama, pembesaran kelenjar getah bening di leher dan batuk yang tidak sembuh-sembuh.

Pemeriksaan foto dada pada anak penderita TBC juga tidak bisa memastikan diagnosa, karena gambaran rontgen paru pada TBC anak tidak khas. Kelainan radiologis tersebut bisa dijumpai pada penyakit lain. Susah bagi dokter radiologi untuk memberikan kesimpulan tanpa ada embel-embel Suspek atau curiga pada kesimpulan pembacaan foto tersebut. Dengan kata lain pemeriksaan rontgen paru saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TBC.

Hal inilah yang menyebabkan sering terjadi overdiagnosis yang diikut overtreatment.
Royan said : maksudnya, seringkali anak yang berat badannya kurang, sering sakit langsung di diagnosis dengan TBC paru, dengan hanya melihat hasil rontgen yang ada flek-fleknya (biasanya hasil pembacaannya foto rontgen menyatakan Suspek atau curiga proses spesifik ) tanpa dilakukan pemeriksaan lain untuk menguatkan diagnosis.

Bagaimana dokter mendiagnosis TBC anak?
Flek paru atau TBC paru pada anak sulit di diagnosis karena gejala yang tidak khas. Demam ringan yang lama, berat badan turun, batuk merupakan gejala TBC yang dapat juga terjadi pada penyakit yang lain.

Diagnosis pasti TBC anak ditegakkan dengan menemukan kuman TBC.
Royan said : maksudnya, anak disuruh berdahak dan dahaknya di periksa dilaboratorium, bila pada dahak tersebut ditemukan kuman TBC, maka anak itu dipastikan menderita TBC.
Prakteknya, sangat susah mendapatkan dahak pada anak, kalau toh diperoleh dahak, seringkali tidak ditemukan kuman TBC. Kenapa tidak ditemukan kuman? Salah satunya karena jumlah kuman di dalam dahak yang masih sedikit. Jadi, hasil pemeriksaan dahak yang negatif tidak menyingkirkan anak dari diagnosis TBC. Susah kan.

Dari rontgen dada juga seperti itu, hanya bisa memberikan kemungkinan adanya proses TBC, karena gambaran rontgen paru pada TBC anak tidak khas. Dengan demikian pemeriksaan rongen paru saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TBC.
Kesimpulannya, tidak ada satupun pemeriksaan penunjang selain bakteriologis (pemeriksaan dahak) yang dapat memastikan diagnosis TBC. Diagnosis TBC anak tidak dapat ditegakkan hanya dari gejala pasien, pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang tunggal saja misalnya hanya dari pemeriksaan rontgen saja. Karena sulitnya mendiagnosis TBC pada anak, UKK pulmonologi PP IDAI membuat pedoman dengan sistem skoring yang dapat digunakan sebagai alat bantu diagnosis. Jadi, bila anak anda menurut Tabel ini menderita TBC, segera hubungi dokter anda.

Catatan-catatan
Diagnosis sistem skoring ditegakkan oleh dokter; Jika dijumpai scrofuloderma ( TBC kelenjar), langsung di diagnosis TBC; Berat badan dinilai saat datang; Demam dan batuk sudah diterapi sesuai prosedur; Foto rontgen dada bukan alat diagnosis utama pada TBC anak; Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TBC anak; Didiagnosis TB jika jumlah skor ≥6, ( skor maksimal 14). Batas nilai ini masih sementara, masih menunggu hasil penelitian yang sedang berlangsung.(berbagai sumber_lux)

12 Tips Video Shooting

Dokumentasi merupakan hal yang amat bernilai dari waktu ke waktu. Peralatan untuk mengabadikan atau mendokumentasikan suatu moment pun mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tak pernah berhenti.
Beberapa tahun lalu dokumentasi yang umum dilakukan adalah dengan mengambil gambar tak bergerak. Kalaupun dokumentasi gambar bergerak dilakukan, itupun hanya terbatas di kalangan profesional. Tak pernah dijumpai masyarakat umum yang melakukan kegiatan dokumentasi menggunakan alat perekam gambar bergerak.

Zaman terus berubah, teknologi selalu mengiringi. Pasa saat ini, dokumentasi gambar bergerak begitu umum di masyarakat. Tak hanya menggunakan alat perekam khusus video atau kamera video, telepon selular pun saat ini dilengkapi dengan fitur untuk perekaman gambar bergerak, meskipun gambar yang dihasilkannya belum mampu menandingi kamera video.

Meskipun perekaman gambar bergerak atau masyarakat umum menyebut shooting video telah banyak dilakukan, ada baiknya mengetahui beberapa hal yang dapat memperbaiki hasil video shooting.

1. Perhatikan kekuatan batere kamera
Umumnya batere bawaan kamera hanya bertahan tak lebih dari 60 menit. Itupun saat masih dalam kondisi baik. Untuk lebih amannya, sediakan minimal satu batere cadangan yang memiliki daya cukup lama (umumnya ukurannya lebih besar dari batere bawaan). Jangan sampai saat momen penting terjadi kita kehabisan batere. Perlu diingat bahwa penggunaan LCD kamera akan mempercepat habisnya daya batere. Bila dimungkinkan melakukan recharge batere, bawalah selalu charger.

2. Perhatikan waktu
Bila akan mendokumentasikan suatu kegiatan yang terjadwal, datanglah ke lokasi paling tidak 30 menit sebelum acara dimulai. Hal ini akan memberikan kesempatan untuk mengetahui medan. Ada baiknya kita melakukan koordinasi dengan pembawa acara/ protokol tentang urutan acara. Dua hal ini akan memudahkan kita untuk menempatkan diri dan menentukan dari sudut mana kita akan mengambil gambar. Dengan demikian kita tidak perlu berlari ke sana-ke mari, yang menunjukkan kita tidak siap melakukan shooting video.

3. Gunakan Tripod
Alat ini berguna untuk menjaga kestabilan gambar, khususnya untuk pengambilan gambar dengan waktu yang cukup lama. Bila terpaksa tak ada tripod, letakkan kamera pada sesuatu yang stabil, atau bersandarlah pada sesuatu, sehingga posisi kita bisa lebih stabil.

4. Dekatkan posisi
Ambil posisi sedekat mungkin dengan obyek. Semakin dekat dengan obyek, semakin padat gambar yang dihasilkan kamera. Kalaupun ingin melakukan zoom untuk mendekatkan obyek, gunakan optical zoom. Lebih baik matikan digital zoom dari kamera. Gambar yang dihasilkan dari digital zoom akan buruk/pecah saat ditampilkan dalam layar yang lebih lebar.

5. Jangan gunakan efek dalam kamera
Lebih baik tidak menggunakan efek-efek yang disediakan oleh kamera, karena efek tersebut tidak akan dapat diubah bila ternyata kemudian tak diinginkan. Berikan efek saat editing.

6. Pastikan arah sinar
Pastikan arah sinar yang mengenai obyek datang dari belakang kita. Sinar yang datang dari depan akan mengakibatkan gambar tidak bagus (backlight). Fitur backlight disediakan oleh kamera untuk mengurangi backlight, namun mengakibatkan latar belakang menjadi kabur dan gambar menjadi tidak menyenangkan. Lebih baik, gunakan lampu kamera yang membantu pencahayaan, khususnya di dalam ruangan.

7. Jangan pelit mengambil gambar.
Ambillah gambar beberapa saat sebelum action dimulai dan akhiri beberapa saat setelah action selesai. Hal ini akan mempermudah editing. Perlu diingat bahwa kamera tidak akan langsung merekam gambar saat tombol rekam ditekan, namun memerlukan beberapa saat.

8. Jangan berbicara saat pengambilan gambar
Sering kali kita tak sadar berbicara dengan orang disebelah kita atau mengeluarkan suara yang tak perlu saat melakukan pengambilan gambar. Suara tersebut terekam oleh kamera. Sebagai antisipasi, ada baiknya memakai headphones, sehingga suara yang terekam kamera bisa kita ketahui.
9. Jangan lakukan “yoyo”
Artinya, jangan banyak melakukan panning / gerakan gambar ke kiri dan ke kanan atau tilting / ke atas dan kebawah berulang kali. Apalagi bolak-balik ke kanan-kiri, atau ke atas-bawah. Juga jangan banyak melakukan zoom in-zoom out. Hal ini tidak sedap dipandang mata.

10. Merekam pidato atau ceramah
Bila mendokumentasikan ceramah atau pidato dimana harus direkam seluruh isi pidato, rekam seluruhnya, jangan melakukan pause. Jika ingin mengambil gambar peserta ceramah (audien), lakukan panning (geser kanan/kiri) dengan perlahan, tapi jangan terlalu sering. Gambar audien bisa diambil sebelum dan setelah ceramah, yang kemudian ditempelkan saat editing. Untuk ini editor harus jeli menentukan mana yang bisa ditempel dan mana yang tidak. Untuk lebih mudah, gunakan dua kamera. Satu kamera fokus kepada pembicara, sementara kamera lainnya mengambil gambar cut-to-cut (potongan-potongan) yang kemudian ditempelkan atau digabung dengan gambar dari kamera pertama saat proses editing.

11. Gambar manusia utuh
Hindari mengambil gambar manusia yang nampak terpotong kepalanya (kecuali memang korban mutilasi). Selain itu, untuk gambar jarak jauh (long shot), pastikan bahwa gambar manusia yang ada di layar adalah manusia utuh dari ujung kaki sampai ujung rambut.

12. Cari sudut yang berbeda
Agar nampak lebih hidup, ambil gambar dari beberapa sudut yang berbeda.

(Ceceb)

Motivasi Berprestasi Kunci Pencapaian Cita-cita dan Pengembangan Diri Pada Remaja

Oleh: Dwi Kristini Mulyaningsih, SPsi, MSi*)

Dalam rentang perkembangan manusia, masa remaja adalah masa yang memiliki arti sangat penting, bagi remaja sendiri, keberhasilan melampaui masa ini akan menjadi salah satu penentu keberhasilan hidupnya, namun bagi para pelaku pendidikan, juga para orang tua, masa remaja ini kadang menyita perhatian yang ekstra, hal ini terjadi karena sering pada masa remaja banyak muncul berbagai permasalahan dan kasus-kasus yang diluar dari kebiasaan dan perkiraannya. Apa yang harus dilakukan oleh para pelaku pendidikan dan juga para orang tua, bahkan oleh remaja itu sendiri ??.

Siapakah remaja itu ?? Masa remaja ada di antara masa anak dan masa dewasa. Banyak ahli Psikologi perkembangan mengatakan bahwa masa remaja tidak memiliki batasan yang jelas dalam rangkaian perkembangan manusia. Psikolog Perkembangan Haditono, memberikan batasan masa remaja dengan usia antara 12-21 tahun, yang dibagi menjadi 3 fase perkembangan, yaitu remaja awal (12 - 15); remaja tengah (15 -18); dan remaja akhir (18 - 21)..
Remaja tidak dapat disebut anak, demikian juga remaja tidak dapat disebut sebagai orang dewasa, oleh karena itu sering masa remaja disebut sebagai masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak menjadi atau menuju kepada dewasa. Pada masa transisi ini, hal yang penting yang harus dilakukan remaja adalah mau belajar tentang banyak hal sehingga nantinya akan mampu memikul tanggung jawab di masa dewasanya.

Para ahli Psikologi Perkembangan mengungkapkan tentang tugas perkembangan remaja yang berusia antara 12-21 tahun, catatan penting bagi remaja adalah setiap tugas-tugas perkembangan ini, sebenarnya harus dilampaui, dicapai dan dimiliki oleh remaja. Adapun tugas-tugas perkembangan tersebut adalah: Melakukan penyesuaian diri dengan perkembangan aspek biologisnya; Belajar menerima peran dewasa sesuai dengan kebiasaan masyarakatnya; Belajar lepas secara emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya; Mendapatkan pandangan hidupnya sendiri; dan Merealisasi suatu identitas sendiri dan berusaha berpartisipasi di dalam masyarakat.

Harapannya semua remaja dapat melampaui masa transisinya ini dengan baik, bahkan remaja dapat dibanggakan dalam prestasi di sekolah, juga prestasinya dalam kelompok kegiatan sosialnya.
Para orang tua, pelaku pendidikan serta masyarakat umum sering merasakan kekhawatiran akan timbulnya berbagai masalah yang akan dihadapi oleh anak-anaknya, siswa-siswanya dalam menghadapi masa remaja atau masa transisinya ini. Kekhawatiran ini sangat beralasan karena dalam kenyataan di masyarakat banyak dijumpai masalah-masalah yang berkaitan dengan remaja, bahkan tidak dapat dipungkiri kalau masalah ini sering mendapat perhatian dari pemerintah, bukankah disadari atau tidak disadari, banyak sekali kondisi dan situasi eksternal yang dapat menjadi sumber perusak bahkan menimbulkan kegagalan bagi para remaja untuk sukses mencapai tugas-tugas perkembangannya.

Kesuksesan seorang individu dalam melampaui masa remaja (masa transisi menuju masa dewasa) ini sangat banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, faktor-faktor tersebut dapat digolongkan ke dalam: Faktor internal yaitu pribadi remaja yang bersangkutan, yang dapat berupa faktor kecerdasan, nilai-nilai yang dinyakini, serta gambaran kepribadiannya; Faktor-faktor eksternal adalah faktor di luar individu, faktor di luar individu ini adalah faktor lingkungan di mana individu tersebut berada. Faktor-faktor ini antara lain keluarga, teman sebaya, teman sekolah, berbagai fasilitas sosial yang ada baik media massa elektronik maupun bentuk media massa yang lain.

Pengontrolan dampak atau pengaruh dari faktor lingkungan sangat sulit dilakukan, apalagi sekarang ini adalah jaman modern yang serba canggih, banyak hal mudah didapat baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Oleh karena itu mengembangkan faktor internal atau faktor pribadi remaja yang bersangkutan sebagai pribadi yang memiliki karakteristik, memiliki semangat hidup yang tinggi, optimis, selalu belajar, selalu berusaha untuk mencapai prestasi yang optimal, selalu berusaha untuk sukses, memiliki kesadaran dalam bertindak dan rasa bertanggungjawab, realistis, percaya diri serta mampu memperhitungkan risiko dari tindakan-tindakannya, perlu dilakukan. Pribadi yang demikian diharapkan dapat berperan sebagai filter atau penyaring yang akan membuang pengaruh negatif dan mampu mengambil pengaruh yang positif, sehingga dirinya akan memiliki kekuatan internal yang berkualitas dalam segala situasi yang akan dihadapinya.

Pentingnya Motivasi Berprestasi
Mari kita tuliskan karakteristik pribadi yang memiliki kekuatan internal yang berkualitas, yang telah disebutkan di atas: Memiliki semangat hidup yang tinggi; Optimis, selalu mau belajar; Selalu berusaha untuk mencapai prestasi yang optimal; Selallu berusaha untuk sukses; Memiliki kesadaran dalam bertindak dan rasa bertanggungjawab; Realistis; Percaya diri serta mampu memperhitungkan risiko dari tindakannya.

Ahli Psikologi menuliskan karakteristik-karakteristik di atas merupakan ciri-ciri dari orang yang memiliki motivasi berprestasi. Predikat pribadi yang memiliki motivasi berprestasi adalah sangat penting, mengapa pribadi yang memiliki motivasi berprestasi itu penting ?. Berbagai penelitian dalam bidang Psikologi tentang motivasi, menemukan bahwa ada motivasi yang dinyakini dapat mempengaruhi prestasi dan kesuksesan pada diri seseorang untuk mengisi kehidupannya. Motivasi ini adalah motivasi berprestasi. Data penelitian empiris menunjukkan bahwa orang-orang yang sukses dalam pekerjaan, sukses menjadi seorang manajer, sukses berwiraswasta, sukses dalam sekolahnya ternyata adalah orang-orang yang memiliki motivasi berprestasi (N-acheivement). Peneliti Psikologi yang telah melakukan penelitian pada mahasiswa, membandingkan kelompok mahasiswa yang lebih dahulu dilatih untuk menjadi mahasiswa yang memiliki motivasi berprestasi, ternyata menunjukkan ada perbedaan dalam prestasi belajaraya. Mahasiswa yang dilatih untuk memiliki motivasi berprestasi menunjukkan lebih cepat menyelesaikan kuliahnya dibandingkan dengan mahasiswa yang tidak mendapatkan pelatihan. Penelitian ini memberikan pemahaman pada kita bahwa pelatihan motivasi berprestasi berdampak positif dan efektif bagi prestasi belajar mahasiswa.

Mengapa menciptakan pribadi yang memiliki motivasi berprestasi penting dilakukan ??, Dalam Psikologi yang mempelajari tentang perilaku, dinyakini bahwa ada kekuatan yang dapat mendorong orang untuk berperilaku, kekuatan ini dikenal dengan motivasi. Motivasi penting karena motivasi akan mempengaruhi perilaku seseorang, terutama dalam mencapai tujuan, sehingga konsep motif mempengaruhi perilaku, perilaku berpengaruh dan dilakukan untuk mencapai tujuan. Konsep motif ini menjadi hal yang penting, terutama sebagai salah satu bentuk usaha-usaha untuk menyadarkan manusia agar dapat melakukan tingkah laku yang bertanggungjawab.

Motivasi berprestasi adalah motivasi yang mengarahkan tingkah laku seseorang dengan titik berat pada pencapaian atau tercapainya suatu prestasi tertentu, oleh karena itu orang yang memiliki motivasi beprestasi ini akan dapat mengelola dirinya sendiri dengan perilaku yang bertanggungjawab serta relevan dengan tujuan yang ingin dicapai. Sesuatu yang ada dalam pikiran pada orang-orang yang mempuyai motivasi berprestasi ini adalah bagaimana usaha-usaha untuk berjuang agar dapat mencapai prestasi yang diharapkan, bagaimana dapat memperoleh keadaan yang lebih baik, berusaha keras mencapai prestasi yang diharapkan.

Berbeda dengan pribadi yang tidak memiliki motivasi berprestasi, pada remaja ini biasanya nampak pada siswa yang kurang dapat menunjukkan potensi dan kemampuannya, prestasi belajarnya kurang, bahkan dalam kenyataannya ciri-ciri pribadi yang tidak memiliki motivasi berprestasi adalah adanya kecenderungan untuk terjerumus ke dalam penyalahgunaan obat-obatan atau narkoba. Karakteristik pribadi yang tidak memiliki motivasi berprestasi ini adalah: Mudah merasa kecewa dan putus asa; Kurang berani menghadapi realitas; Ingin segera meodapatkan yang diinginkan; Mudah merasa bosan dan jenuh; Mempuyai kepribadian antisosial, suka memberontak, permusuhan yang tersembunyi, kurang percaya diri, mudah terpengaruh; Impulsif, kurang memperhitungkan risiko dari tindakan-tindakannya, bahkan mudah terjerumus kedalam situasi-situasi yang bersifat negative; dan Kecernasan tinggi.

Uraian di atas menunjukkan bahwa pribadi yang memiliki motivasi berprestasi adalah syarat yang penting bagi suksesnya para remaja dalam menghadapi masa transisinya menuju masa dewasa. Selain itu remaja yang memiliki motivasi berprestasi ternyata juga mampu mengembangkan kemampuan dirinya. Bagi remaja yang sekarang ini sedang mempersiapkan diri menuju kedewasaan dan sedang dalam proses belajar untuk mencapai cita-cita, melatih dan menciptakan pribadi yang memiliki motivasi berprestasi tentunya dapat memperbarui diri dalam hal pengembangan diri, dapat bersikap dan berperilaku yang bertanggungjawab, matang serta dapat menjalankan tugas sehari-hari sebagai siswa di sekolah dengan baik, harapannya tentu dapat mencapai prestasi yang dibanggakan.

*)Penulis adalah Psikolog
di Kota Salatiga.
 
template : HB  |    by : boedy's