Artikel Majalah Hati Beriman

Senin, 22 Maret 2010

Perempuan Sebagai Agen Informasi Yang Efektif

Oleh Dra. Putnawati, M.Si.*)

Kalimat indah di atas diungkapkan oleh Kahlil Gibran, seorang sastrawan besar dan penulis legendaris kelahiran Lebanon yang meraih kepopulerannya di Amerika Serikat.
Kalimat tersebut mungkin ungkapan jujurnya akan betapa penting peran perempuan dalam kehidupan pribadinya, sehingga wajar saja bila ia selalu memasukkan tema-tema perempuan dalam karya-karyanya.

Presiden pertama RI, Ir. Soekarno, juga memberi perhargaan besar terhadap perempuan yang menjadi pengasuhnya di waktu kecil hingga remaja, yakni Sarinah. Penghargaan yang diberikan tidak tangung-tanggung, Soekarno, ketika masih berkuasa saat itu, mengabadikan nama pengasuhnya itu dengan membangun sebuah monumen besar, yaitu Hotel dan Pasar Raya di Jakarta dengan nama Sarinah.

Begitu juga Taj Mahal, “monumen cinta” itu didirikan Syah Jehan, Raja Mogul ke-5 untuk mengenang istrinya yang terkasih Arjuman Banu Bagum atau Mumtaz Mahal.
Begitu besar penghargaan dan perhatian mereka terhadap perempuan. Namun sayang perilaku para pembesar tersebut, tidak atau kurang diteladani oleh masyarakatnya, sehingga wajar saja bila realitas kehidupan perempuan sampai hari ini, sebagian dari mereka masih berada di sudut-sudut dan pinggir-pinggir sosial.

Dalam realitas ini, perempuan masih dipandang sebagai makhluk Tuhan kelas dua. Hak-hak mereka dibatasi pada wilayah-wilayah kehidupan yang ekslusif dan marginal. Oleh karena itu kalimat bijak berikut pantas kita renungkan : ``Hanya laki-laki mulia yang memuliakan perempuan, dan hanya laki-laki hina yang menghinakan perempuan``. Dengan kata lain kita tidak termasuk laki-laki yang mulia jika kita tidak memuliakan perempuan.

Thema Abadi
Beberapa kutipan di atas hanyalah sebagian kecil dari contoh sejarah perempuan. Dan sebenarnya membahas perempuan dengan berbagai dinamika sejarahnya, tidak akan pernah usai. Sebab, ia tak ubahnya seperti sebuah buku atau literatur besar yang setiap lembarnya sarat makna sehingga sangat layak dibaca untuk kemudian kita serap hikmah-hikmahnya.
Membahas perempuan berarti pula membahas sebuah tema abadi, sebab perempuan merupakan bagian penting dari keabadian itu sendiri. Ia adalah bagian penting dari eksisitensi Tuhan, Manusia, dan alam. Tanpa kehadiran perempuan, eksistensi tri logi Tuhan, Manusia, dan Alam menjadi tidak bermakna.

Dalam konteks sejarah modern, di Barat dan Eropa misalnya, ketika membahas kekuasaan dan politik perempuan, maka kita pantas memberikan apresiasi kepada beberapa tokoh seperti; Ratu Elizabeth (Inggris), Ratu Yuliana (Belanda), Maria Isabella Peron (Argentina), Margaret Theacher (Inggris).
Di wilayah Asia, kita bisa menyebutkan, misalnya ; Sonia Gandi (India), Khalida Zia (Pakistan), Corazon Aquino (Philipina).

Dalam konteks perjuangan kemerdekaan Indonesia, kita memiliki banyak sekali pejuang-pejuang perempuan yang darma baktinya untuk negeri diabadikan dalam sejarah, misalnya ; Cut Nya Dien, Cut Mutia, Dewi Sartika, R.A. Kartini, dan lain-lain.
Bahkan kita juga pernah memiliki presiden perempuan, yakni Megawati Soekarno Putri. Dalam konteks keagamaan, kita mengenal Ratu Bilqis, penguasa negeri Saba`, Ibunda Isa al Masih, Maria. Khotijah dan Aisyah yang mendampingi perjuangan Muhammad s.a.w. serta Bunda Theresia dengan tarikat cinta kasihnya yang bermarkas di India.

Dalam dunia sastra tema-tema perempuan juga mendapat tempat yang terhormat dan sangat laris dan mendatangkan untung besar, misalnya; Laila Majnun, Cleopatra, Romeo & Yuliet, Siti Nurbaya, Perempuan Berkalung Surban, dll. Dengan melihat realitas di atas dalam hubungannya dengan upaya peningkatan peran perempuan, maka adalah tidak adil ketika masyarakat secara sosial membatasi hak-haknya, menempatkan perempuan hanya pada wilayah-wilayah kehidupan yang ekslusif dan marginal.

Dengan demikian upaya mengubah kultur masyarakat dari patriarkhi ke kesetaraan gender perlu dipahami sebagai bagian yang tak terpisahkan dari proses peningkatan kualitas peradaban manusia.

Perempuan Agen Informasi
Ketika kita mau menyimak dengan seksama terhadap berbagai media, baik cetak maupun elektronik, hampir semua melibatkan perempuan dengan porsi yang cukup signifikan. Dalam media televisi kita, banyak sekali perempuan yang bertindak sebagai presenter, pewawancara khusus, kontributor berita, moderator dialog politik, penyaji berita, dimana mereka dengan fasih berhasil membawakan berbagai acara tersebut. Bahkan dalam segmen acara tertentu ada yang didominasi perempuan, sebagai contoh dalam dunia periklanan (advertising). Dalam iklan tersebut hampir semua produk mulai produk kebutuhan rumah tangga, fashion, mobil, motor, elektronik, supplement kesehatan dan minuman, kebutuhan khusus perempuan dan laki-laki, sampai pesan-pesan sosial kemasyarakatan, hampir semuanya diperankan atau melibatkan perempuan.

Bila iklan diartikan sebagai ``bentuk komunikasi tidak langsung yang didasari pada informasi tentang keunggulan atau keuntungan suatu produk tertentu, yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa menyenangkan yang akan mengubah pikiran seseorang untuk melakukan pembelian”. Dalam konteks demikian perempuan-perempuan dalam iklan tersebut sudah bertindak sebagai agen informasi.

Fenomena lain bisa kita lihat dalam film-film, baik lokal maupun internasional dimana banyak sekali perempuan berperan sebagai agen rahasia jaringan tertentu yang bertugas memata-matai dan menggali informasi seluas-luasnya terhadap sebuah persoalan atau tokoh. Dalam film-film perjuangan kita juga diperlihatkan perempuan-perempuan dilibatkan dalam operasi agen rahasia yang bertugas sebagai kurir dalam lalulintas pengiriman pesan dan persenjataan kepada para pejuang yang biasanya berpura-pura sebagai pembantu di rumah penjajah, gundik para serdadu serta pedagang pasar. Dan perempuan-perempuan itu berhasil luar biasa.

Dalam kontek organisasi sosial kemasyarakatan kita juga muncul berbagai organisasi sosial kemasyarakatan berbasis perempuan yang jaringannya berakar kuat mulai dari tingkat pusat sampai ke daerah-daerah. Kita sebut saja misalnya; KPI (Koalisi Perempuan Indonesia), GOW (Gabungan Organisasi Wanita), Kelompok Wanita Tani, dan lain-lain. Dalam organisasi sosial keagamaan bisa kita sebutkan misalnya; Muslimat, Fatayat, (berafiliasi pada Nahdlatul Ulama`); Aisiyah, Nasiatul Aisyiyah, (berafiliasi pada Muhammadiya), Persatuan Wanita Gereja, Persatuan Wanita Katolik, dan lain-lain yang tidak dapat disebutkan disini. Bahkan di tingkat lingkungan paling kecilpun muncul kelompok PKK dan Dasa Wisma yang merupakan kumpulan beberapa warga dalam lingkungan RT tertentu, dengan beberapa agenda kegiatan.

Harus diakui jaringan-jaringan organisasi perempuan tersebut adalah sangat efektif dan efesien dalam upaya menyampaikan informasi dan pesan tertentu, baik yang besifat sosial kemasyarakatan, keagamaan maupun pesan-pesan politik dari para penguasa. Bahkan berbagai organisasi perempuan tersebut pada tingkat apresiasinya tidak malu-malu lagi memasuki ranah-ranah bisnis, sehingga menjadi magnet tersendiri bagi perempuan untuk bergabung.
Dengan melihat beberapa realitas di atas, maka perempuan tak perlu diragukan lagi dalam relasinya dengan informasi sebab pada kenyataannya ia menempati posisi strategis. Dengan kata lain, bila kita memiliki sebuah pesan atau keinginan, agar pesan cepat berkembang dan sampai pada masyarakat sasaran, serahkan saja pada perempuan, sebab ia punya cara sendiri untuk menyampaikan. Paling tidak lewat ngrumpi (bahasa Jawa), kajian-kajian keagamaan atau forum-forum arisan.

Efektifitas perempuan dalam relasinya dengan informasi memang tak perlu diragukan. Namun demikian nilai positif itu sering menjadi kurang bermakna ketika kita menonton sinetron di televisi yang menyajikan tayangan seputar ``perempuan-perempuan yang diculaskan``. Dalam berbagai tayangan itu, perempuan digambarkan sebagai sosok yang : galak, sadis, pendendam, penuh muslihat, penggoda, inisiatip perselingkuhan, serta menghalalkan segala cara dalam menjalani hidup.

Tayangan dalam berbagai sinetron itu hanyalah rekaan atau rekayasa. Namun demikian dalam titik tertentu bukan tidak mungkin akan merugikan banyak perempuan. Perlu diingat bahwa ``apa yang kita ucapkan, apa yang kita lakukan, adalah bagian dari komunikasi, karena komunikasi menyangkut dua hal : Verbal (terucap) dan Non Verbal (tak terucap). Dua cara komunikasi itulah yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai sosok perempuan.
Adalah bijaksana apabila perempuan mengkritisi berbagai sinetron tersebut dengan berbagai tindakan nyata yang sekiranya mampu mengangkat citra diri perempuan, manusiawi dan bermartabat. Dan apabila ternyata sinetron-sinetron itu distruktif terhadap tata krama dan akal budi, maka tak ada salahnya bila kaum perempuan menghindarkan diri dan berkampanye pada masyarakat agar tidak menonton berbagai tayangan tersebut. Mungkin itu salah satu diantaranya yang harus dilakukan perempuan sebagai agen informasi demi masa depan bangsa yang lebih baik.

*)Penulis adalah Sekretaris Cabang
Koalisi Perempuan Indonesia
(KPI) Cabang Salatiga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
template : HB  |    by : boedy's